PSIKOLOGI PENDIDIKAN
A. Pendahuluan
Psikologi pendidikan adalah studi yang sistematis terhadap
proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan. Sedangkan
pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan
belajar (Whiterington, 1982:10). Dari batasan di atas terlihat adanya kaitan
yang sangat kuat antara psikologi pendidikan dengan tindakan belajar. Karena
itu, tidak mengherankan apabila beberapa ahli psikologi pendidikan menyebutkan
bahwa lapangan utama studi psikologi pendidikan adalah soal belajar. Dengan
kata lain, psikologi pendidikan memusatkan perhatian pada persoalan-persoalan
yang berkenaan dengan proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan
belajar.
Karena konsentrasinya pada persoalan belajar, yakni
persoalan-persoalan yang senantiasa melekat pada subjek didik, maka konsumen
utama psikologi pendidikan ini pada umumnya adalah pada pendidik. Mereka memang
dituntut untuk menguasai bidang ilmu ini agar mereka, dalam menjalankan
fungsinya, dapat menciptakan kondisi-kondisi yang memiliki daya dorong yang
besar terhadap berlangsungnya tindakan-tindakan belajar secara efektif.
B.
Mendorong Tindakan Belajar
Pada umumnya orang beranggapan bahwa pendidik adalah sosok yang memiliki
sejumlah besar pengetahuan tertentu, dan berkewajiban menyebarluaskannya kepada
orang lain. Demikian juga, subjek didik sering dipersepsikan sebagai sosok yang
bertugas mengkonsumsi informasi-informasi dan pengetahuan yang disampaikan
pendidik. Semakin banyak informasi pengetahuan yang mereka serap atau simpan
semakin baik nilai yang mereka peroleh, dan akan semakin besar pula pengakuan
yag mereka dapatkan sebagai individu terdidik.
Anggapan-anggapan seperti ini, meskipun sudah berusia cukup
tua, tidak dapat dipertahankan lagi. Fungsi pendidik menjejalkan informasi
pengetahuan sebanyak-banyakya kepada subjek didik dan fungsi subjek didik
menyerap dan mengingat-ingat keseluruhan informasi itu, semakin tidak relevan
lagi mengingat bahwa pengetahuan itu sendiri adalah sesuatu yang dinamis dan
tidak terbatas. Dengan kata lain, pengetahuan-pengetahuan (yang dalam perasaan
dan pikiran manusia dapat dihimpun) hanya bersifat sementara dan berubah-ubah,
tidak mutlak (Goble, 1987 : 46). Gugus pengetahuan yang dikuasai dan
disebarluaskan saat ini, secara relatif, mungkin hanya berfungsi untuk saat
ini, dan tidak untuk masa lima hingga sepuluh tahun ke depan. Karena itu, tidak
banyak artinya menjejalkan informasi pengetahuan kepada subjek didik, apalagi
bila hal itu terlepas dari konteks pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Namun demikian bukan berarti fungsi traidisional pendidik
untuk menyebarkan informasi pengetahuan harus dipupuskan sama sekali. Fungsi
ini, dalam batas-batas tertentu, perlu dipertahankan, tetapi harus
dikombinasikan dengan fungsi-fungsi sosial yang lebih luas, yakni membantu
subjek didik untuk memadukan informasi-informasi yang terpecah-pecah dan
tersebar ke dalam satu falsafah yang utuh. Dengan kata lain dapat diungkapkan
bahwa menjadi seorang pendidik dewasa ini berarti juga menjadi “penengah” di
dalam perjumpaan antara subjek didik dengan himpunan informasi faktual yang
setiap hari mengepung kehidupan mereka.
Sebagai penengah, pendidik harus mengetahui dimana letak
sumber-sumber informasi pengetahuan tertentu dan mengatur mekanisme
perolehannya apabila sewaktu-waktu diperlukan oleh subjek didik.Dengan
perolehan informasi pengetahuan tersebut, pendidik membantu subjek didik untuk
mengembangkan kemampuannya mereaksi dunia sekitarnya. Pada momentum inilah
tindakan belajar dalam pengertian yang sesungguhya terjadi, yakni ketika subjek
didik belajar mengkaji kemampuannya secara realistis dan menerapkannya untuk
mencapai kebutuhan-kebutuhannya.
Dari deskripsi di atas terlihat bahwa indikator dari satu
tindakan belajar yang berhasil adalah : bila subjek didik telah mengembangkan
kemampuannya sendiri. Lebih jauh lagi, bila subjek didik berhasil menemukan
dirinya sendiri ; menjadi dirinya sendiri. Faure (1972) menyebutnya sebagai “learning
to be”.
Adalah tugas pendidik untuk menciptakan kondisi yang
kondusif bagi berlangsungnya tindakan belajar secara efektif. Kondisi yang
kondusif itu tentu lebih dari sekedar memberikan penjelasan tentang hal-hal
yang termuat di dalam buku teks, melainkan mendorong, memberikan inspirasi,
memberikan motif-motif dan membantu subjek didik dalam upaya mereka mencapai
tujuan-tujuan yang diinginkan (Whiteherington, 1982:77). Inilah fungsi
motivator, inspirator dan fasilitator dari seorang pendidik.
C.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar
Agar fungsi pendidik sebagai motivator, inspirator dan
fasilitator dapat dilakonkan dengan baik, maka pendidik perlu memahami
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar subjek didik.
Faktor-faktor itu lazim dikelompokkan atas dua bahagian, masing-masing faktor
fisiologis dan faktor psikologis (Depdikbud, 1985 :11).
1. Faktor Fisiologis
Faktor-faktor fisiologis ini mencakup faktor material
pembelajaran, faktor lingkungan, faktor instrumental dan faktor kondisi
individual subjek didik.Material pembelajaran turut menentukan bagaimana proses
dan hasil belajar yang akan dicapai subjek didik. Karena itu, penting bagi
pendidik untuk mempertimbangkan kesesuaian material pembelajaran dengan tingkat
kemampuan subjek didik ; juga melakukan gradasi material pembelajaran dari
tingkat yang paling sederhana ke tingkat lebih kompeks.
Faktor lingkungan, yang meliputi lingkungan alam dan
lingkungan sosial, juga perlu mendapat perhatian. Belajar dalam kondisi alam
yang segar selalu lebih efektif dari pada sebaliknya. Demikian pula, belajar
padapagi hari selalu memberikan hasil yang lebih baik dari pada sore hari.
Sementara itu, lingkungan sosial yang hiruk pikuk, terlalu ramai, juga kurang
kondisif bagi proses dan pencapaian hasil belajar yang optimal.
Yang tak kalah pentingnya untuk dipahami adalah
faktor-faktor instrumental, baik yang tergolong perangkat keras (hardware)
maupun perangkat lunak (software). Perangkat keras seperti perlangkapan
belajar, alat praktikum, buku teks dan sebagainya sangat berperan sebagai
sarana pencapaian tujuan belajar. Karenanya, pendidik harus memahami dan mampu
mendayagunakan faktor-faktor instrumental ini seoptimal mungkin demi
efektifitas pencapaian tujuan-tujuan belajar.
Faktor fisiologis lainnya yang berpengaruh terhadap proses
dan hasil belajar adalah kondisi individual subjek didik sendiri. Termasuk ke
dalam faktor ini adalah kesegaran jasmani dan kesehatan indra. Subjek didik
yang berada dalam kondisi jasmani yang kurang segar tidak akan memiliki
kesiapan yang memadai untuk memulai tindakan belajar.
2. Faktor Psikologis
Faktor-faktor psikologis yang berpengaruh terhadap proses dan hasil
belajar
jumlahnya
banyak sekali, dan masing-masingnya tidak dapat dibahas secara
terpisah.
Perilaku individu, termasuk perilaku belajar, merupakan
totalitas penghayatan dan aktivitas yang lahir sebagai hasil akhir saling
pengaruh antara berbagai gejala, seperti perhatian, pengamatan, ingatan, pikiran
dan motif.
2.1. Perhatian
Tentulah dapat diterima bahwa subjek didik yang memberikan
perhatian intensif dalam belajar akan memetik hasil yang lebih baik. Perhatian
intensif ditandai oleh besarnya kesadaran yang menyertai aktivitas belajar.
Perhatian intensif subjek didik ini dapat dieksloatasi sedemikian rupa melalui
strategi pembelajaran tertentu, seperti menyediakan material pembelajaran yang
sesuai dengan kebutuhan subjek didik, menyajikan material pembelajaran dengan
teknik-teknik yang bervariasi dan kreatif, seperti bermain peran (role
playing), debat dan sebagainya.
Strategi pemebelajaran seperti ini juga dapat memancing
perhatian yang spontan dari subjek didik. Perhatian yang spontan dimaksudkan
adalah perhatian yang tidak disengaja, alamiah, yang muncul dari
dorongan-dorongan instingtif untuk mengetahui sesuatu, seperti kecendrungan
untuk mengetahui apa yang terjadi di sebalik keributan di samping rumah, dan
lain-lain. Beberapa hasil penelitian psikologi menunjukkan bahwa perhatian
spontan cendrung menghasilkan ingatan yang lebih lama dan intensif dari pada
perhatian yang disengaja.
2.2. Pengamatan
Pengamatan adalah cara pengenalan dunia oleh subjek didik
melalui penglihatan, pendengaran, perabaan, pembauan dan pengecapan. Pengamatan
merupakan gerbang bai masuknya pengaruh dari luar ke dalam individu subjek
didik, dan karena itu pengamatan penting artinya bagi pembelajaran.
Untuk kepentingan pengaturan proses pembelajaran, para
pendidik perlu memahami keseluruhan modalitas pengamatan tersebut, dan
menetapkan secara analitis manakah di antara unsur-unsur modalitas pengamatan
itu yang paling dominan peranannya dalam proses belajar. Kalangan psikologi
tampaknya menyepakati bahwa unsur lainnya dalam proses belajar. Dengan kata
lain, perolehan informasi pengetahuan oleh subjek didik lebih banyak dilakukan
melalui penglihatan dan pendengaran.
Jika demikian, para pendidik perlu mempertimbangkan
penampilan alat-alat peraga di dalam penyajian material pembelajaran yang dapat
merangsang optimalisasi daya penglihatan dan pendengaran subjek didik. Alat
peraga yang dapat digunakan, umpamanya ; bagan, chart, rekaman, slide dan
sebagainya.
2.3. Ingatan
Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan
berfungsinya ingatan, yakni (1) menerima kesan, (2) menyimpan kesan, dan
(3) memproduksi kesan. Mungkin karena fungsi-fungsi inilah, istilah “ingatan”
selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima, menyimpan dan
mereproduksi kesan.
Kecakapan merima kesan sangat sentral peranannya dalam
belajar. Melalui kecakapan inilah, subjek didik mampu mengingat hal-hal yang
dipelajarinya.
Dalam konteks pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi
oleh beberapa hal, di antaranya teknik pembelajaran yang digunakan pendidik.
Teknik pembelajaran yang disertai dengan penampilan bagan, ikhtisar dan
sebagainya kesannya akan lebih dalam pada subjek didik. Di samping itu,
pengembangan teknik pembelajaran yang mendayagunakan “titian ingatan” juga
lebih mengesankan bagi subjek didik, terutama untuk material pembelajaran
berupa rumus-rumus atau urutan-urutan lambang tertentu. Contoh kasus yang
menarik adalah mengingat nama-nama kunci nada g (gudeg), d (dan), a (ayam), b
(bebek) dan sebagainya.
Hal lain dari ingatan adalah kemampuan menyimpan kesan atau
mengingat. Kemampuan ini tidak sama kualitasnya pada setiap subjek didik. Namun
demikian, ada hal yang umum terjadi pada siapapun juga : bahwa segera setelah
seseorang selesai melakukan tindakan belajar, proses melupakan akan terjadi.
Hal-hal yang dilupakan pada awalnya berakumulasi dengan cepat, lalu kemudian
berlangsung semakin lamban, dan akhirnya sebagian hal akan tersisa dan
tersimpan dalam ingatan untuk waktu yang relatif lama.
Untuk mencapai proporsi yang memadai untuk diingat, menurut
kalangan psikolog pendidikan, subjek didik harus mengulang-ulang hal yang
dipelajari dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Implikasi pandangan ini
dalam proses pembelajaran sedemikian rupa sehingga memungkinkan bagi subjek
didik untuk mengulang atau mengingat kembali material pembelajaran yang telah
dipelajarinya. Hal ini, misalnya, dapat dilakukan melalui pemberian tes setelah
satu submaterial pembelajaran selesai.
Kemampuan resroduksi, yakni pengaktifan atau prosesproduksi
ulang hal-hal yang telah dipelajari, tidak kalah menariknya untuk diperhatikan.
Bagaimanapun, hal-hal yang telah dipelajari, suatu saat, harus diproduksi untuk
memenuhi kebutuhan tertentu subjek didik, misalnya kebutuhan untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan dalam ujian ; atau untuk merespons tantangan-tangan dunia
sekitar.
Pendidik dapat mempertajam kemampuan subjek didik dalam hal
ini melalui pemberian tugas-tugas mengikhtisarkan material pembelajaran yang
telah diberikan.
2.4. Berfikir
Definisi yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya
ide dan konsep (Bochenski, dalam Suriasumantri (ed), 1983:52) di dalam diri
seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung melalui proses
penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi yang tersimpan di dalam didi
seseorang yang berupa pengertian-perngertian. Dari gambaran ini dapat dilihat
bahwa berfikir pada dasarnya adalah proses psikologis dengan tahapan-tahapan
berikut : (1) pembentukan pengertian, (2) penjalinan pengertian-pengertian, dan
(3) penarikan kesimpulan.
Kemampuan berfikir pada manusia alamiah sifatnya. Manusia
yang lahir dalam keadaan normal akan dengan sendirinya memiliki kemampuan ini
dengan tingkat yang reletif berbeda. Jika demikian, yang perlu diupayakan dalam
proses pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan ini, dan bukannya
melemahkannya. Para pendidik yang memiliki kecendrungan untuk memberikan
penjelasan yang “selengkapnya” tentang satu material pembelajaran akan cendrung
melemahkan kemampuan subjek didik untuk berfikir. Sebaliknya, para pendidik
yang lebih memusatkan pembelajarannya pada pemberian pengertian-pengertian atau
konsep-konsep kunci yang fungsional akan mendorong subjek didiknya
mengembangkan kemampuan berfikir mereka. Pembelajaran seperti ni akan
menghadirkan tentangan psikologi bagi subjek didik untuk merumuskan
kesimpulan-kesimpulannya secara mandiri.
2.5. Motif
Motif adalah keadaan dalam diri subjek didik yang
mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu. Motif boleh jadi
timbul dari rangsangan luar, seperti pemberian hadiah bila seseorang dapat
menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motif semacam ini sering disebut motif
ekstrensik. Tetapi tidak jarang pula motif tumbuh di dalam diri subjek didik
sendiri yang disebut motif intrinsik. Misalnya, seorang subjek didik gemar
membaca karena dia memang ingin mengetahui lebih dalam tentang sesuatu.
Dalam konteks belajar, motif intrinsik tentu selalu lebih
baik, dan biasanya berjangka panjang. Tetapi dalam keadaan motif intrinsik
tidak cukup potensial pada subjek didik, pendidik perlu menyiasati hadirnya
motif-motif ekstrinsik. Motif ini, umpamanya, bisa dihadirkan melalui
penciptaan suasana kompetitif di antara individu maupun kelompok subjek didik.
Suasana ini akan mendorong subjek didik untuk berjuang atau berlomba melebihi
yang lain.Namun demikian, pendidik harus memonitor suasana ini secara ketat
agar tidak mengarah kepada hal-hal yang negatif.
Motif ekstrinsik bisa juga dihadirkan melalui siasat “self
competition”, yakni menghadirkan grafik prestasi individual subjek
didik.Melalui grafik ini, setiap subjek didik dapat melihat
kemajuan-kemajuannya sendiri. Dan sekaligus membandingkannya dengan kemajuan
yang dicapai teman-temannya.Dengan melihat grafik ini, subjek didik akan
terdorong untuk meningkatkan prestasinya supaya tidak berada di bawah prestasi
orang lain.
Pengertian Psikologi Pendidikan Menurut para Ahli:
Arthur S. Reber (Syah, 1997 / hal. 12)
Definisi Psikologi pendidikan adalah sebuah subdisiplin ilmu psikologi
yang berkaitan dengan teori dan masalah kependidikan yang berguna dalam
hal-hal sebagai berikut :
Penerapan prinsip-prinsip belajar dalam kelas
Pengembangan dan pembaharuan kurikulum
Ujian dan evaluasi bakat dan kemampuan
Sosialisasi proses-proses dan interaksi proses-proses tersebut dengan pendayagunaan ranah kognitif
Penyenggaraan pendidikan keguruan
Menurut Muhibbin Syah, Definisi psikologi pendidikan adalah sebuah disiplin psikologi yang terjadi dalam dunia pendidikan.
Barlow (Syah, 1997 / hal. 12)
Definisi Psikologi pendidikan adalah
.…..
a body of knowledge grounded in psychological research which provides a
repertoire of resource to aid you in functioning more effectively in
teaching learning process.
Psikologi pendidikan adalah sebuah pengetahuan berdasarkan riset
psikologis yang menyediakan serangkaian sumber-sumber untuk membantu
anda melaksanakan tugas-tugas seorang guru dalam proses belajar mengajar
secara efektif.
Tardif (Syah, 1997 / hal. 13)
Definisi Psikologi pendidikan adalah sebuah bidang studi yang
berhubungan dengan penerapan pengetahuan tentang perilaku manusia untuk
usaha-usaha kependidikan.
Witherington (Buchori dalam Syah, 1997 / hal. 13)
Psikologi pendidikan sebagai “ A systematic study of process and factors involved in the education of human being.
Psikologi pendidikan adalah studi sistematis tentang proses-proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan manusia.
Sementara menurut Ensiklopedia Amerika, psikologi pendidikan
adalah ilmu yang lebih berprinsip dalam proses pengajaran yang terlibat
dengan penemuan-penemuan dan menerapkan prisip-prinsip dan cara untuk
meningkatkan keefesien dalam pendidikan.
Sementara itu menurut Psikologi pendidikan juga merupakan sub disiplin ilmu psikologi. Psikologi pendidikan dideskripsikan oleh E. L. Thorndike
pada tahun 1903 sebagai “”middlemen mediating between the science of
psychology and the art of teaching”. Dalam banyak studi, secara
singkat, psikologi pendidikan merupakan suatu disiplin ilmu yang
mengaplikasikan ilmu psikologi dalam dunia belajar dan guru.
Selain dari pada itu pemahaman Psikologi Pendidikan juga merupakan gabungan dari dua bidang studi yang berbeda.
- Pertama adalah psikologi yang mempelajari segala sesuatu tentang
pikiran dan perilaku manusia serta hubungannya dengan manusia. Tentu
saja tidak hanya mempelajari manusia dalam kesendiriannya, melainkan
juga mempelajari manusia dalam hubungannya dengan manusia lain.
- Kedua adalah pendidikan itu sendiri atau lebih khusus adalah
sekolah. Jadi, sebagai sebuah subdisiplin ilmu sendiri dalam psikologi,
psikologi pendidikan memfokuskan diri pada pemahaman proses pengajaran
dan belajar yang mengambil tempat dalam lingkungan formal.
Psikologi pendidikan berminat pada teori belajar, metode pengajaran,
motivasi, kognitif, emosional, dan perkembangan moral serta hubungan
orangtua anak. Selain itu psikologi pendidikan juga mendalami
sub-populasi yaitu anak-anak gifted dan yang dengan kebutuhan khusus.
Ahli lain menambahkan bahwa psikologi pendidikan berguna dalam penerapan
prinsip-prinsip belajar dalam kelas, pengembangan dan pembaruan
kurikulum, ujian dan evaluasi bakat dan kemampuan, sosialisasi proses
dan interaksi proses itu dengan pendayagunaan kognitif dan
penyelenggaraan pendidikan keguruan. Karena berkecimpung di ranah
sekolah, istilah psikologi pendidikan dan psikologi sekolah sering
dipertukarkan.
Teoris dan peneliti lebih diidentifikasi sebagai psikolog pendidikan,
sementara praktisi di sekolah lebih diidentifikasi sebagai psikolog
sekolah. Psikologi pendidikan mengambil masalah-masalah yang dialami
oleh orang muda dalam pendidikan yang mencakup masalah kesulitan belajar
atau masalah emosi dan sosial. Mereka mengambil tugas untuk membantu
proses belajar anak dan memampukan guru menjadi lebih sadar akan
faktor-faktor social yang berkatinan dengan pengajaran dan belajar.
Psikolog pendidikan biasa bekerja di lingkungan sekolah, perguruan
tinggi dan di lingkungan pendidikan anak, terutama bekerja dengan guru
dan orang tua. Mereka dapat bekerja secara langsung dengan anak (misal
memeriksa perkembangan, memberikan konseling) dan secara tidak langsung
(dengan orang tua, guru dan profesional lainnya).
Karena harus bekerja dengan manusia, psikolog pendidikan haruslah
familier dengan pendekatan-pendekatan tradisional tentang studi
perilaku, humanistik, kognitif dan psikoanalis. Mereka juga harus sadar
dengan teori dan riset yang muncul dari ranah tradisional psikologi
seperti perkembangan (Piaget, Erikson, Kohlberg, Freud), bahasa
(Vygotsky dan Chomsky), motivasi (Hull, Lewin, Maslow, McClelland),
testing (intelegensi dan kepribadian) dan interpretasi tesnya.
Psikolog pendidikan juga harus mengikuti perkembangan mendadak dari
area menejemen kelas dan desain instruksional, pengukuran dan penggunaan
gaya dan strategi belajar, penelitian dalam metakognitif, peningkatan
aplikasi pendidikan jarak jauh, dan perluasan dari pengembangan dan
aplikasi teknologi untuk tujuan instruksional. Karena akan bekerja
dengan pendidikan, seorang yang mempelajari materi ini perlu
memperhatikan hal-hal berikut.
- Proses perkembangan siswa – proses ini tentu saja harus disadari
oleh individu yang bekerja dalam pendidikan. Perkembangan siswa –
terlebih dalam ranah cipta – dengan segala variasi dan keunikannya
merupakan modal siswa untuk belajar, apapun halnya.
- Cara belajar siswa – dalam hal ini berkaitan pula dengan kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam belajar.
- Cara menghubungkan belajar dan mengajar
- Pengambilan keputusan untuk pengelolaan proses belajar mengajar.
Metode yang digunakan dalam psikologi pendidikan adalah
1. Metode eksperimen
Dalam psikologi pendidikan, metode ini digunakan untuk menguji
keabsahan dan kecermatan kesimpulan yang ditarik dari penelitian dengan
menggunakan metode yang lain.
2. Metode kuisioner
3. Metode studi kasus
Digunakan untuk memperoleh gambaran rinci tentang aspek-aspek psikologi siswa
atau sekelompok siswa. Studi ini biasanya diikuti oleh studi lain yang
berskala lebih besar untuk mencapai generalisasi hasil tes. Mengapa
demikian? Kesimpulan hasil studi kasus dihasilkan dari penelitian
terhadap sejumlah kecil subjek yang tentu saja akan sulit untuk
dijadikan sampel dari sebuah populasi yang besar. Lazimnya, fenomena
yang diselidiki dengan metode ini diikuti terus-menerus dalam kurun
waktu tertentu. Bahkan, tak jarang diperlukan waktu bertahun-tahun untuk
menghimpun data.
4. Metode penyelidikan klinis
Hanya digunakan oleh ahli psikologi klinis atau psikiater pada
mulanya. Namun, seiring dengan perkembangan jaman, dimulai oleh Jean
Piaget, metode ini digunakan dalam ranah pendidikan. Sasaran utama
penggunaan metode ini adalah untuk memastikan sebab-sebab kemunculan
ketidaknormalan perilaku siswa.